Kategori

Rabu, 23 Februari 2011

Gelombang Unjuk Rasa di Timur Tengah, Antara Suara Rakyat atau Intervensi?

Gelombang Unjuk Rasa di Timur Tengah,

Antara Suara Rakyat atau Intervensi?

Beberapa minggu terakhir ini timur tengah menjadi pusat perhatian dunia. Tidak lain karena banyaknya gelombang unjuk rasa di Negara-negara timur tengah yang menuntut adanya reformasi pemerintahan dan penggantian penguasa yang memang sudah berpuluh-puluh tahun memimpin Negara-negara tersebut. Selain itu, hal sama yang menjadi tuntutan rakyat di Negara-negara timur tengah adalah adanya akses keterbukaan informasi serta hak-hak rakyat yang selama ini dikekang oleh pemerintah dibebaskan.

Memanasnya kondisi di Timur tengah diawali dari gelombang unjuk rasa yang terjadi di Negara Tunisia (Afrika) yang dipimpin oleh Presiden Ben Ali yang sudah berkuasa lebih dari 2 dasawarsa. Rakyat merasa hak-hak pribadi dikekang oleh penguasa, ditambah dengan permasalahan kemiskinan yang melanda sebagian rakyat di Tunisia. Apalagi dalam kepemimpinan Ben Ali terjadi penyelewengan harta Negara yang digunakan oleh keluarga dari Ben Ali. Carut-marutnya kondisi Negara memaksa rakyat turun jalan menuntut Presiden Ben Ali mundur dari jabatannya. Begitu besarnya unjuk rasa mengakibatkan Presiden Ben Ali melarikan diri keluar negeri dan akhirnya menyerahkan kekuasaan yang selama ini dipegangnya.

Beberapa saat setelah lengsernya pemimpin Tunisia, mengakibatkan Negara-negara disekitarnya ikut bergejolak seperti Mesir. Negara Mesir dipimpin oleh Presiden Hosni Mubarok selama 30 tahun dan akan berakhir pada September 2011. Namun sebelum habis masa jabatannya, Hosni Mubarok sudah menyiapkan putranya untuk maju dalam pemilu yang akan datang. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu gelombang unjuk rasa di Mesir, selain karena rakyat mesir yang sudah begitu menderita ketika dipimpin oleh Hosni Mubarok. Pada awal munculnya gelombang unjuk rasa di Mesir Presiden Hosni Mubarok tidak bergeming dari tuntutan mundur yang disuarakan rakyat, namun karena begitu dahsyatnya unjuk rasa dan tekanan dari Negara lain (Amerika) agar pemerintah tidak keras dalam memperlakukan unjuk rasa dan mau mendengar aspirasi rakyat, akhirnya Hosni Mubarok resmi mundur dari kursi Presiden hari jum’at, 11 Februari 2011.

Pasca gelombang Tunisia dan Mesir yang berhasil menggulingkan Pemerintahan yang sudah bertahun-tahun berkuasa, kini Negara-negara di Timur Tengah dan Afrika yang berbasis Islam juga ikut memanas menginginkan adanya pergantian pemerintahan dan pemenuhan hak-hak rakyat. Seperti yang terjadi di Yaman, Bahrain, Iran, dan Libya.

Banyak pihak menduga peristiwa yang terjadi di Negara-negara berbasis islam tersebut syarat dengan kepentingan luar negeri atau ada intervensi dari Negara asing. Seperti yang disampaikan oleh Ketua PBNU KH. Said Agil Siradj dalam menanggapi kerusuhan di Mesir “Detik-detik ini sedang terjadi krisis yang luar biasa di Mesir. Saya yakin itu bukan tanpa kebetulan, tapi merupakan 'by design'. Walaupun memang faktor internal juga kacau-balau," ujar Said saat membuka Raker Fraksi PKB di Jakarta, Senin (31/1/2011). Pernyataan adanya campur tangan asing juga disampaikan oleh Presiden Libya "Saya takut akan revolusi Tunisia karena saya melihat adanya intevensi asing … Intervensi tersebut memberikan keuntungan untuk kepentingan asing," Gaddafi (25/1/2011).

Tuduhan adanya campur tangan asing bisa saja benar karena selama ini Negara-negara barat yang dipelopori Amerika ingin menghancurkan Negara-negara Islam. Tentu ada yang lewat invasi (penyerangan) seperti Irak, Afganistan dan ada yang dengan membuat kekacauan di Negara Islam seperti di Tunisia dan Mesir.

Melihat kondisi tersebut maka sudah saat nya kita sebagai umat islam untuk merperkuat ukhuah islamiah (persatuan diantara umat islam) sehingga tidak mudah diacak-acak oleh Negara-negara yang ingin menghancurkan Islam. Ibarat pepatah “Bersatu kita teguh, Bercerai kita runtuh”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar