Kategori

Sabtu, 26 Februari 2011

Pendidikan Anti Korupsi di SMP


IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DI SMP NEGERI 2 SEMARANG

Oleh Khoirul Annas

Abstrak: Korupsi telah melebur dalam perilaku masyarakat sehari-hari sehingga sukar untuk dihapuskan. Salah satu kekeliruan upaya pemberantasan korupsi selama ini adalah terlalu fokus pada upaya menindak para koruptor. Sedikit sekali perhatian pada upaya pencegahan korupsi. Upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan melalui penerapan Pendidikan Antikorupsi. Pendidikan Antikorupsi adalah usaha sadar untuk memberi pemahaman dan mencegah terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1) bagaimana implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran PKn di SMP Negeri 2 Semarang. 2) faktor-faktor apakah yang menunjang dan menghambat implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran PKn di SMP Negeri 2 Semarang. 3) bagaimana cara mengatasi kendala pada implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran PKn di SMP Negeri 2 Semarang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sehingga akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tentang bagaimana pelaksanaan atau implementasi  Pendidikan Antikorupsi yang akan diamati. Artinya data yang dianalisis di dalamnya berbentuk deskriptif dan tidak berupa angka-angka seperti halnya pada penelitian kuantitatif. Lokasi penelitian ini adalah SMP Negeri 2 Semarang. Analisis data dengan teknik Analisis Kualitatif melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian yang diperoleh bahwa, Pendidikan Antikoruspi sudah diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang. Ada tiga tahap implementasi Pendidikan Antikorupsi yaitu: 1)tahap rancangan pembelajaran, 2) tahap proses pembelajaran, 3) tahap evaluasi pembelajaran. Pendidikan Antikorupsi ditanamkan melalui pengamalan nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran, keterbukaan dan tanggungjawab. Faktor yang mendukung dalam pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi yaitu: penerapan KTSP, komitmen gur, komitmen Kepala Sekolah, peran OSIS, dan sarana dan prasarana yang lengkap. Faktor yang menghambat, diantaranya: kurangnya kesadaran siswa, dan masih adanya kebiasaan perilakuu koruptif. Cara untuk mengatasi kendala, diantaranya: sosialisasi Pendidikan Antikorupsi, pembiasaan perilaku positif, dan pemberian sanksi yang tegas.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Antikorupsi sudah dilaksanakan dengan baik di SMP Negeri 2 Semarang, melalui penanaman nilai kejujuran, kedisiplinan, keterbukaan, dan tanggungjawab. Atas dasar hasil penelitian, dapat disarankan: 1) Pendidikan Antikorupsi harus dilakukan secara terus-menerus tidak terbatas dalam proses pembelajaran saja, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa di sekolah, 2) Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi harus dilakukan dalam semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas, tidak hanya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, 3) Pendidikan Antikorupsi akan lebih efektif jika dimasukkan 1dalam kegiatan ekstra seperti OSIS, Pramuka, PMR, dan lain sebagainya. Selain itu sosialisasi tentang Pendidikan Antikorupsi harus lebih kreatif dan disesuaikan dengan minat siswa.
Kata kunci : Implementasi, Pendidikan Antikorupsi, Pembelajaran PKn

PENDAHULUAN

Korupsi secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan menggelapkan dana untuk kepentingan sendiri. Korupsi merupakan suatu masalah yang telah banyak diperbincangkan. Hampir setiap hari dalam beberapa tahun terakhir, korupsi selalu menghiasi berbagai surat kabar di Indonesia.
Perbuatan korupsi seakan telah melebur dalam sistem perilaku masyarakat Indonesia sehari-hari. Akibatnya korupsi dianggap oleh masyarakat sebagai hal yang wajar dan dapat dimaklumi sehingga sulit dibedakan mana perbuatan yang korup dan mana perbuatan yang bukan korup.
Pada tahun 2007 Transparancy Internasional mengeluarkan indeks persepsi korupsi (corruption perception index/CPI). Dari 178 negara yang disurvei, Indonesia menempati peringkat 143 dengan nilai indeks persepsi korupsi 2,3 (Tempo, 2007: 24)
Tahun
Indeks
Peringkat / Negara
2001
1,9
88 / 91
2002
1,9
96/102
2003
1,9
122/133
2004
2,2
137/159
2005
2,2
143/158
2006
2,4
130/163
2007
2,3
143/178
Tabel 1. indeks persepsi korupsi Indonesia
Sudah banyak peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Namun ancaman hukuman dalam undang-undang tidak lebih hanya diberi fungsi pasif, dengan sedikit sekali diterapkan secara riil. Padahal seharusnya ada tindakan tegas terhadap pelaku korupsi, tetapi faktanya pemberantasan korupsi hanya terjadi dalam retorika bukan dalam kenyataan. Absennya tindakan hukum yang tegas terhadap koruptor selama ini, merupakan salah satu penjelasan mendasar mengapa korupsi di bumi negeri tetap subur (Tanya, 2006 : 168).
Upaya pemerintah selama ini dalam memberantas korupsi belum mendapatkan titik terang. Menurut ahli hukum Baharudin Lopa, yang menjadi faktor kegagalan pemberantasan korupsi yaitu penegakan hukum yang masih lemah dan tidak rapinya manajemen birokrasi serta pengawasan dari tim independen yang masih kurang sehingga menyebabkan korupsi ini terus tumbuh baik secara akut maupun kronis akibatnya sangat sulit sekali untuk diketahui dan dikendalikan (Martawiansyah, 2007).
Masalah yang berkaitan dengan praktik korupsi adalah berkaitan dengan masalah kesadaran. Upaya pemberantasan korupsi berarti mengembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bersikap kritis serta dapat merencanakan tindakan untuk merubah lingkungannya. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman tentang perbuatan korupsi dimana salah satu caranya yaitu dengan menerapkan Pendidikan Antikorupsi di sekolah.
Pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar untuk memberi pemahaman dan mencegah terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan dalam proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan antikorupsi akan lebih efektif apabila diterapkan pada masyarakat usia dini. Pendidikan antikorupsi pada dasarnya dapat dilakukan pada pendidikan informal di lingkungan keluarga, pendidikan nonformal, dan pendidikan formal pada jalur sekolah. Namun karena otoritas yang dimiliki dan kultur yang dipunyai, jalur formal atau sekolah dipandang lebih efektif untuk menyiapkan generasi muda berperilaku antikorupsi (Handoyo, 2007:13).
Materi pendidikan antikorupsi di sekolah tidak hanya sekedar pemberian wawasan di ranah kognitif (materi), tidak sekedar pemahaman dan menghafal. Lebih dari itu, pendidikan antikorupsi menyentuh pula ranah afektif dan psikomotorik. Membentuk sikap dan perilaku antikorupsi pada siswa. Menuju penghayatan dan pengamalan nilai-nilai antikorupsi (Djabbar: 2007).
Penerapan pendidikan antikorupsi di sekolah diharapkan dapat menjadi tempat untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, keterbukaan, dan tanggung jawab kepada siswa sejak dini. Pendidikan antikorupsi di sekolah akan memberikan kesadaran kepada generasi muda akan bahaya korupsi kemudian bangkit melawannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sehingga akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tentang bagaimana pelaksanaan atau implementasi  pendidikan antikorupsi yang akan diamati. Artinya data yang dianalisis di dalamnya berbentuk deskriptif dan tidak berupa angka-angka seperti halnya pada penelitian kuantitatif.
Alasan penggunaan pendekatan ini antara lain dengan pendekatan kualitatif, peneliti melakukan penelitian pada latar ilmiah, artinya peneliti melihat kenyataan yang ada di lapangan dan pada pendekatan kualitatif tidak ada pendekatan yang apriori artinya peneliti dapat mempercayai apa yang dilihat, sehingga bisa sejauh mungkin menjadi netral.
Lokasi penelitian ini adalah SMP Negeri 2 Semarang, karena SMP Negeri 2 Semarang merupakan Sekolah Bertaraf Internasional yang menjadi percontohan bagi sekolah-sekolah lainnya. Selain itu, Pendidikan Antikorupsi diharapkan dapat diterapkan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar (PBM) dimana siswa diajak untuk berperilaku jujur, disiplin, terbuka dan bertanggungjawab.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah: 1) Implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang. Implementasi yang dimaksud yaitu penerapan nilai-nilai antikorupsi yaitu nilai kejujuran, nilai kedisiplinan, nilai keterbukaan, dan nilai tanggung jawab. 2) Faktor-faktor yang menunjang dan menghambat implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang. Faktor penunjang diantaranya: penerapan KTSP, guru yang berkualitas, komitmen kepala sekolah, keaktivan OSIS, sarana dan prasarana. Sedangkan faktor penghambat yaitu: kurangnya kesadaran, kebiasaan siswa untuk berperilaku koruptif misalnya menyotek. 3) Cara mengatasi hambatan-hambatan implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang, meliputi: sosialisasi tentang Pendidikan Antikorupsi, pembiasaan perilaku positif, penerapan sanksi secara tegas.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode : wawancara, observasi, studi pustaka, dokumentasi. Responden dalam wawancara yaitu: Kepala SMP Negrri 2 Semarang, guru PKn kelas VIII, dan siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Semarang.
Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini dipergunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber, yaitu menggunakan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui kurun waktu dan alat yang berbeda, agar bisa diuji validitasnya (Moleong, 2002: 178). Teknik triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Tujuannya untuk menemukan kesamaan dalam mengungka data. Misalnya kesamaan sikap dan perilaku siswa di dalam kelas dengan apa yang disampaikan dalam wawancara. 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang diketahui secara pribadi. Maksudnya adalah membandingkan antara responden A dengan responden B dengan menggunakan pedoman wawancara yang sama. Tujuannya agar didapatkan hasil penelitian yang diharapkan sesuai dengan fokus penelitian.
Analsis data kualitatif adalah upaya berlanjut, berulang, dan terus-menerus (Miles, 1992: 20). Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan proses pengumpulan data. Tahapan-tahapan analisis data sebagai berikut:
1.     Pengumpulan data
Peneliti mencatat data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
2.    Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Miles, 1992: 16). Reduksi data dalam penelitian ini akan dilakukan terus menerus selama penelitian berlangsung.
3.    Penyajian Data
Penyajian data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah  menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dengan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
4.    Menarik kesimpulan atau verifikasi
Penarikan kesimpulan sebenarnya hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Miles (1992:19) mengatakan kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat diartikan sebagai makna yang  muncul dari data yang harus diuji kebenarannya,  kekokohannya dan kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya.



HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pendidikan Antikorupsi dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
    Nilai-nilai antikorupsi telah dilaksanakan di SMP Negeri 2 Semarang sebelum maraknya Pendidikan Antikorupsi yang disosialisasikan oleh KPK. Nilai-nilai antikorupsi tidak hanya diajarkan oleh guru PKn saja, melainkan juga diajarkan dalam setiap mata pelajaran. Penanaman nilai-nilai antikorupsi di SMP Negeri 2 Semarang dilakukan dalam setiap kesempatan seperti pada saat upacara bendera, senam bersama, dan kegiatan lainnya.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, materi antikorupsi yang terdapat dalam kompetensi dasar kelas VIII telah diajarkan dan dilaksanakan dengan baik. Nilai-nilai antikorupsi seperti kejujuran, kedisiplinan, keterbukaan, tanggung jawab dan sebagainya tidak hanya diajarkan pada kompetensi dasar yang memuat materi antikorupsi saja, namun penanaman nilai-nilai antikorusi dilakukan pada setiap proses pembelajaran PKn berlangsung.
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat dilihat ada tiga (3) tahap pada implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang, yaitu: (1) tahap implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam rancangan pembelajaran PKn, (2) tahap implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam proses pembelajaran PKn, (3) tahap implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam evaluasi pembelajaran PKn. Pada tahap implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang telah dilaksanakan dengan baik.
Pendidikan antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan agar bisa maksimal, maka tidak cukup hanya dalam teori atau pemahaman saja, namun juga harus diterapkan dalam praktek keseharian baik oleh siswa maupun guru di dalam kelas. Guru PKn disamping memberikan pemahaman dan menganjurkan siswa untuk melaksanakan  Pendidikan Antikorupsi, juga harus memberi contoh sikap dan perilaku antikorupsi. Guru PKn bisa memberi contoh dengan mengajar tepat waktu, tidak membeda-bedakan siswa, pemberian nilai sesuai dengan kemampuan siswa, dan lain sebagainya.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, guru PKn sering menggunakan metode diskusi, presentasi dan penugasan rumah. Dalam diskusi dan presentasi apabila dikaji lebih dalam, maka terdapat nilai-nilai antikorupsi yang perlu dikembangkan oleh guru dan siswa.  Nilai-nilai antikorupsi yang dapat ditemukan dalam model diskusi dan presentasi adalah nilai kedisiplinan, nilai keterbukaan, dan nilai tanggung jawab. Dalam proses diskusi dan presentasi, guru PKn menentukan waktu yang bisa digunakan oleh siswa untuk berdiskusi dan presentasi. Dari penentuan waktu inilah, guru PKn dapat mengajarkan siswa untuk berlatih disiplin dan bertanggung jawab dengan apa yang menjadi tugasnya. Dalam hal nilai keterbukaan, guru PKn memberikan kriteria nilai dalam kegiatan diskusi dan presentasi. Setelah siswa melakukan tugasnya yaitu berdiskusi dan presentasi, guru PKn akan mengumumkan nilai yang diperoleh siswa dari hasil diskusi dan presentasi. Dari proses inilah menunjukkan adanya penanaman dan penerapan Pendidikan Antikorupsi yaitu melalui nilai keterbukaan.
Guru PKn dalam memberikan penugasan rumah kepada siswa sering menggunakan lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan penugasan. Banyak sekali nilai-nilai antikorupsi yang dapat ditemukan dalam kegiatan penugasan rumah seperti kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab dan keterbukaan. Pemberian tugas rumah akan melatih kejujuran siswa dalam mengerjakan tugasnya, apakah siswa mengerjakan tugasnya sendiri atau menyontek pekerjaan siswa lain. Nilai kedisiplinan dalam pemberian tugas rumah akan tercermin dalam penyelesaian tugas dan pengumpulan tugas rumah kepada guru, apakah tepat waktu atau terlambat. Pemberian tugas rumah juga akan melatih tanggung jawab siswa terhadap tugas dan kewajiban yang telah diberikan oeh guru kepada siswa.
Selain itu, dalam proses pembelajaran, siswa akan dilibatkan guru untuk mengevaluasi pekerjaan rumah dengan jalan koreksi silang yaitu pekerjaan siswa ditukarkan dengan pekerjaan siswa yang lainnya untuk dikoreksi bersama. Dalam pengoreksian silang ini, siswa diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan maupun peninjauan jika ada kesalahan dalam pemberian nilai. Dari pelaksanaan koreksi silang ini menunjukkan adanya penerapan nilai keterbukaan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengoreksi tugas temannya. Disamping itu, dalam pengoreksian silang ini, siswa akan dilatih mengamalkan nilai kejujuran.

Faktor-faktor yang Menunjang dan Menghambat pada Implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
a.    Faktor-Faktor yang Menunjang
Faktor-faktor yang menunjang implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang, diantaranya: (1) penerapan KTSP, (2) komitmen guru, (3) komitmen Kepala Sekolah, (4) peran OSIS, (5) sarana dan prasarana. Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan faktor penting bagi kemajuan pelaksanaan pendidikan termasuk dalam pembelajaran di kelas.
Pengembangan kurikulum SMP Negeri 2 Semarang tidak hanya berpijak pada kondisi pendidikan saat ini, namun sudah berorientasi pada masa datang yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK. Pengembangan dan penerapan KTSP yang baik memberikan dampak bagi pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Situasi pembelajaran yang kondusif serta kerjasama yang baik antara guru dan siswa menjadikan materi-materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran di kelas dapat diterima dan diaplikasikan oleh siswa dengan baik termasuk materi pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diterapkan oleh siswa dengan berperilaku disiplin, jujur, terbuka, dan bertanggung jawab.
Guru mempunyai peran dan fungsi sangat penting dalam upaya penanaman pendidikan antikorupsi. Guru yang baik adalah guru yang selain bisa memberi teori atau materi pelajaran, juga bisa memberikan contoh yang baik bagi siswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa guru selain menjadi pengajar juga menjadi panutan dari siswa dalam berperilaku khususnya di lingkungan sekolah. Guru PKn dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas selalu mengajarkan kepada siswa untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Guru tidak hanya memberikan perintah kepada siswa untuk melaksanakan nilai-nilai antikorupsi, tetapi guru PKn juga memberikan contoh kepada siswanya.
Kepala Sekolah merupakan orang yang mempunyai kewenangan paling tinggi dalam menentukan kebijakan sekolah. Berjalan tidaknya organisasi sekolah termasuk baik buruk kegiatan pembelajaran, prestasi, dan kegiatan-kegiatan lain di lingkungan sekolah salah satunya ditentukan oleh kebijakan kepala sekolah. Kepala sekolah mempunyai peran dalam upaya menanamkan Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dukungan dan komitmen dari kepala sekolah sangat dibutuhkan dalam hal mengeluarkan kebijakan terkait pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi seperti: peraturan tentang tata tertib siswa, peraturan tentang tata tertib guru, kebijakan tentang proses pembelajaran, kebijakan jam masuk dan pulang sekolah, dan lain sebagainya. Dengan adanya dukungan dari kepala sekolah, guru akan sangat terbantu dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada siswa, sehingga Pendidikan Antikorupsi dapat diajarkan dan dilaksanakan dengan baik.
Organisasi siswa intra sekolah (OSIS) juga mempunyai peran dalam upaya penanaman Pendidikan Antikorupsi. Peran yang dimiki OSIS adalah membantu mensosialisasikan nilai-nilai antikorupsi kepada teman-temannya. Ada dua (2) hal penting yang menjadi kunci bagi OSIS untuk menanamkan Pendidikan Antikorupsi, yaitu: (1) siswa yang masuk dalam pengurus OSIS tentunya akan menjadi teladan dan contoh bagi siswa lainnya. (2) sikap dan perilaku seorang siswa biasanya masih terpengaruh oleh sikap dan perilaku temannya. Melalui keteladanan perilaku, pengurus OSIS dapat mensosialisasikan Pendidikan Antikorupsi dengan tindakan nyata yang mengarah ke nilai-nilai Antikorupsi seperti kedisiplinan, kejujuran, keterbukaan dan tanggung jawab. Mudah terpengaruhnya sikap dan perilaku siswa juga bisa dimanfaatkan oleh pengurus OSIS untuk mempengaruhi siswa dengan mensosialisasikan perilaku antikorupsi.
Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMP Negeri 2 Semarang sangatlah lengkap sehingga sangat membantu proses pembelajaran. Sarana dan prasarana seperti komputer dan internet bagi siswa sangat membantu untuk mencari referensi pelajaran atau mengikuti perkembangan pendidikan nasional dan internasional. Dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, guru PKn sering memberi tugas kepada siswa untuk mencari artikel atau berita dari internet sebagai bahan tambahan dalam pembelajaran. Dalam upaya penanaman Pendidikan Antikorupsi, guru PKn memberi tugas kepada siswa untuk mengkaji permasalahan korupsi di internet yang kemudian dianalsis oleh siswa disertai dengan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut, kemudian siswa diminta mempresentasikan hasilnya dengan menggunakan LCD atau OHP. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMP Negeri 2 Semarang ini telah benar-benar dimanfaatkan oleh guru-guru SMP Negeri 2 Semarang. Pemanfaatan sarana dan prasarana yang optimal oleh guru-guru telah menghasilkan proses pembelajaran yang baik.
b.    Faktor-Faktor yang Menghambat
Faktor-faktor yang menghambat implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semrang, diantaranya: (1) kurangnya kesadaran siswa, (2) masih adanya perilaku koruptif. Kurangnya kesadaran siswa dan kebiasaan perilaku koruptif menjadi faktor yang mendasar mengapa siswa sulit untuk mengamalkan nilai-nilai antikorupsi.
Pendidikan antikorupsi yang mengajarkan nilai-nilai kepribadian seperti kejujuran, kedisiplinan, keterbukaan, tanggung jawab, dan sebagainya sebenarnya sudah diajarkan oleh guru PKn sejak lama. Bahkan Kepala SMP Negeri 2 Semarang sangat mendukung pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi dengan kebijakan-kebijakannya yang mengarah pada penerapan antikorupsi. Namun, dalam  prakteknya masih ada beberapa siswa yang belum bisa mengamalkan nilai-nilai antikorupsi dengan baik. Adanya beberapa siswa yang belum bisa mengamalkan nilai-nilai antikoorupsi disebabkan karena kurangnya kesadaran dari siswa untuk malaksanakan Pendidikan Antikorupsi, misalnya masih ada siswa yang terlambat masuk sekolah tetapi tidak melapor ke bimbingan konseling yang dikarenakan tidak adanya guru di kelas.
Kebiasaan perilaku koruptif yang dilakukan siswa seperti menyontek saat ulangan atau mengerjakan tugas, datang terlambat, tidak mematuhi aturan, dan sebagainya menjadi penghambat dalam pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi. Meskipun sudah diajarkan dalam mata pelajaran PKn serta selalu disinggung dalam berbagai kegiatan sekolah seperti upacara bendera, ternyata masih ada beberapa siswa yang masih sering melakukan perilaku koruptif.
Antara faktor kurangnya kesadaran siswa dan kebiasaan perilaku koruptif sebenarnya ada keterkaitan, misalnya siswa tidak melaksanakan kebijakan yang telah dibuat sekolah mengenai kedisiplinan, ternyata hal itu juga dilatar belakangi oleh kebiasaan siswa yang berperilaku koruptif seperti datang terlambat, tidak mengerjakan tugas di rumah dan sebagainya. Dua faktor ini yang menjadi penghambat bagi implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang.

Cara Mengatasi Kendala pada Implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh peneliti di lapangan dan dikaji dari penelaahan kepustakaan, maka cara mengatasi hambatan-hambatan pada implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran PKn, diantaranya:
a.    Sosialisasi tentang Pendidikan Antikorupsi
Perbuatan korupsi seakan sudah mendarah daging dalam tubuh manusia sehingga sulit untuk diberantas. Untuk menghilangkan praktek korupsi, maka perlu ditumbuhkan kesadaran dari diri sendiri manusia itu dengan tekad yang kuat untuk menghapus korupsi. Untuk menimbulkan sikap seperti itu bisa ditempuh dengan memberikan pemahaman atau sosialisasi tentang Pendidikan Antikorupsi.
Pemberian sosialisasi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan akan berdampak positif pada  upaya pemberantasan korupsi. Melalui pemberian materi antikorupsi secara teori dan praktik dalam pembelajaran, siswa akan tahu tentang apa itu korupsi dan bahayanya sehingga mereka dengan sendirinya akan menjauhi perbuatan korupsi.
b.    Pembiasaan perilaku positif
Setelah siswa mengetahui tentang apa itu korupsi dan bahayanya melalui sosialisasi yang dilaksanakan sekolah, maka siswa dapat mengetahui mana perbuatan yang mengandung unsur koruptif dan mana perbuatan yang bukan termasuk koruptif. Dengan pengetahuan siswa yang semakin banyak tentang Pendidikan Antikorupsi, maka akan berdampak pada sikap dan perilaku siswa yang menuju ke arah positif. Pembiasaan perilaku positif seperti kejujuran, kedisiplinan, keterbukaan, dan tanggung jawab harus terus dilakukan sehingga membentuk suatu karakter kepribadian siswa yang antikorupsi.
Menurut Teguh Yuwono (2008), penanaman pendidikan antikorupsi dapat dilakukan melalui: (1) Curriculum, (2) The Ritual Life (3) Teachers. Curriculum berarti materi antikorupsi diajarkan lewat jalur pendidikan dengan memasukkan dalam materi mata pelajaran. The Ritual Life berarti nilai-nilai antikorupsi harus dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan teachers berarti guru tidak hanya memberikan teori saja, tetapi juga contoh kepada siswanya.
c.    Sanksi yang tegas
Pemberian sanksi kepada siswa bukan bermaksud untuk menghukum siswa, tetapi untuk memberikan pendidikan dan efek jera agar tidak mengulangi perbuatannya. Pemberian sanksi menjadi jalan terakhir jika cara-cara halus seperti sosialisasi dan pembiasaan perilaku positif tidak berjalan. Pemberian sanksi yang tegas tidak boleh sembarangan diberikan tetapi harus melalui beberapa tahap. Misalnya seorang siswa melanggar aturan yang telah ditetapkan, maka tindakan yang pertama yaitu menasehati terlebih dahulu. Jika masih melanggar diberi teguran, dan jika masih melanggar untuk yang ke tiga kali, maka baru dikenakan sanksi sesuai dengan kesalahannya.
Pemberian sanksi yang tegas bukan berarti menyuruh berdiri dan berlari di lapangan atau bahkan memukul siswa, tetapi pemberian sanksi yang yang bersifat mendidik, misalnya siswa dihukum untuk meresume buku, membuat tugas tambahan, menganalisis artikel, dan lain sebagainya. Dengan pemberian sanksi yang tegas diharapkan siswa akan sadar akan kesalahannya, sehingga dapat memperbaiki sikap dan perilakunya dengan mengamalkan atau melaksanakan Pendidikan Antikorupsi dalam lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan sehari-harinya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan:
1.     Pendidikan Antikorupsi sudah diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang. Nilai-nilai antikorupsi yang diajarkan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi nilai kejujuran, nilai kedisiplinan, nilai keterbukaan, dan nilai tanggung jawab.
2.    Pada pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terdapat faktor penunjang dan faktor penghambat. Faktor penunjang diantaranya: (1) penerapan KTSP, (2) komitmen guru, (3) komitmen Kepala Sekolah, (4) peran OSIS, (5) sarana dan prasarana, sedangkan yang menjadi faktor penghambat yaitu: (1) kurangnya kesadaran siswa, (2) masih adanya kebiasaan perilaku koruptif.
3.    Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dan implementasi Pendidikan Antikorupsi dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 2 Semarang, yaitu: (1) sosialisasi Pendidikan Antikorupsi secara kontinue, (2) Pembiasaan perilaku positif, (3) Pemberian sanksi yang tegas.
Atas dasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disarankan:
1.     Pendidikan Antikorupsi harus dilakukan secara terus-menerus tidak terbatas dalam proses pembelajaran saja, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa di sekolah
2.    Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi harus dilakukan dalam semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas, tidak hanya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
3.    Pendidikan Antikorupsi akan lebih efektif jika dimasukkan dalam kegiatan ekstra seperti OSIS, Pramuka, PMR, dan lain sebagainya. Selain itu sosialisasi tentang Pendidikan Antikorupsi harus lebih kreatif dan disesuaikan dengan minat siswa.





DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta : PT. Rineka Cipta

Djabbar, Faesal. 2007. Kurikulum Antikorupsi. http://www.atmajaya.ac.id/ content.asp?f=0&id=3175 (14 Jan. 2008)

Djabbar, Faesal. 2007. Pendidikan Antikorupsi: Usaha Menggali Kearifan Lokal. http://www.atmajaya.ac.id/ content.asp?f=0&id=3175 (14 Jan. 2008)

Gunawan, Ilham. 1990. Postur Korupsi di Indonesia. Bandung : Angkasa

Handoyo, Eko. 2007. Sekolah Agen Sebagai Pendidikan Antikorupsi. Makalah di sampaikan Pada Acara Seminar Nasional Yang Diselenggarakan Oleh Pokja di Semarang Pada 18 Januari 2007

Klitgaard, Robert, Ronald Maclean-Abaroa dan H. Lindsey Parris. 2005. Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah. Terjemahan Masri Maris. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

KPK. 2006. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta : KPK

KPK. 2006. Memahami untuk Membasmi-Buku Saku untuk Memahami Tindak Piana Korupsi. Jakarta : KPK
Martawiyansyah. 2007. Jangan Hancuri Negeri dengan Korupsi. http://martariwansyah.blogspot.com/2006/07/pendidikan-anti-korupsi.html (14 Jan 2008)
Miles, Matthew dan A. Michael huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah: Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta. UI Press.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Munib, Ahmad. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.

Rodiyah. 2004. Buku Ajar: Kurikulum dan Buku Teks PKn. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Tanya, Bernard L. 2006. Hukum, Politik,  dan KKN. Surabaya: Srikandi

Tempo. 2007. Tujuh Pemberantas Korupsi edisi 24 – 30 Desember 2007

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Yuwono, Teguh. 2008. Strategi Pembelajaran Antikorupsi di SMA-Membangun Good Governance. Makalah ini disampaikan dalam acara Seminar Nasional Strategi Pembelajaran Antikorupsi di Sekolah Menengah Atas Yang diselenggarakan Oleh Mahasiswa PPKn pada 27 Mei 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar